Sabtu, 07 Agustus 2010

Lazuardi dan Obsesi Sejarah Bahari


Maria Serenade Sinurat

Lazuardi Adha Mahendra, pemuda asal Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, ini memulai proyek idealisnya untuk mendokumentasikan sejarah kapal perang Republik Indonesia. Ia, antara lain, membuat miniatur Pasopati 401 disertai keterangan sejarah pembuatan, spesifikasi mesin, dan jejak operasionalnya di lautan Indonesia.

Langkah yang dipilih Mahendra relatif sederhana. Ia membuat miniatur kapal selam KRI Pasopati 401 itu dari bahan plastik. Kapal yang aslinya buatan Vladivostok, Rusia, berukuran panjang 76,6 meter dan lebar 6,3 meter itu dibuatnya menjadi miniatur berukuran 20 sentimeter x 2 sentimeter (cm).

Mengikuti bentuk aslinya, lambung kapal dipulas warna hitam, sedangkan bagian geladak mulai dari haluan hingga buritan diwarnai hijau toska. Di bengkel kerjanya di Sidoarjo, miniatur Pasopati 401 itu tampak sudah dikemas rapi dalam kotak plastik.
Setiap kemasan disertai dengan keterangan sejarah pembuatan, spesifikasi mesin, dan jejak-jejak operasional kapal tersebut. Selain Pasopati 401, miniatur KRI Ajak Fast Patrol Boat 57 yang masuk jenis kapal cepat torpedo berbahan resin juga sedang dia kerjakan.

”Setiap bulan saya akan mengeluarkan jenis KRI yang berbeda, sampai semua kapal Indonesia ada miniaturnya,” ujar Lazuardi.

Mengusung merek dagang Ruci, dia siap melepas Pasopati 401 ke pasar dengan harga sekitar Rp 200.000 per unit. Kapal ini dipilih sebagai produk pertama karena inilah cinta pertamanya kepada sejarah kelautan Nusantara.

Saat masih kecil, Lazuardi mengagumi kapal yang diabadikan sebagai Monumen Kapal Selam (Monkasel) di jantung Kota Surabaya. Ketika kuliah pada jurusan Teknik Sipil Institut Teknik Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, ia melampiaskan kesukaannya pada dunia bahari dengan menyelam.

Lazuardi adalah bagian dari generasi yang percaya, kecintaan kepada sesuatu bisa diubah menjadi hasrat untuk berproduksi. ”Saya terpesona kepada lautan dan sejarah kelautan kita. Mengapa saya tidak bisa membuat sesuatu yang menghasilkan dari hal itu,” ujar bungsu dari tiga bersaudara ini.

Maka, lahirlah Ruci yang memproduksi mainan edukatif. Dia percaya, mainan pun bisa menularkan pengetahuan. Dia mencontohkan kemunculan komik Jepang, Kapten Tsubasa, buatan Yoichi Takahashi yang berkisah tentang tim sepak bola anak-anak.
Komik yang muncul pada 1981 itu berhasil ”menyetrum” generasi muda Jepang mencintai sepak bola. Dua puluh tahun kemudian, Jepang adalah salah satu kekuatan sepak bola Asia. ”Saya ingin anak muda Indonesia kembali ke laut dan berani mengeksplorasi kekayaan laut kita,” ujarnya bersemangat.

Semangat itu pula yang membuat dia membuka situs rucitoys.blogspot.com. Situs ini tidak melulu berisi promosi produk. Di sini Lazuardi juga menulis tentang isu-isu kelautan. Bahkan, dalam sebuah posting-nya, dia menuliskan tentang lagu ”Beramai-ramai ke Laut” ciptaan Saridjah Niung atau lebih dikenal sebagai Ibu Soed.
Lirik lagu yang berbunyi ”... nenek moyangku seorang pelaut, gemar mengarung luas samudera... ” seakan menjadi pengingat bahwa nenek moyang bangsa Indonesia tangguh di lautan.
”Sekarang ini, siapa anak muda yang masih ke laut? Hasil laut kita dirampok (bangsa lain) saja, kita diam,” ucapnya.

Riset

Melalui Ruci, Lazuardi berniat membuat tiga kategori kapal, yakni kapal perang modern Indonesia, kapal perang kemerdekaan Indonesia, dan kapal Nusantara. Untuk mewujudkan semua keinginannya itu ternyata bukan perkara mudah karena referensi literatur tentang sejarah kelautan Indonesia sulit dicari.

Bersandar pada informasi di internet saja tak mungkin karena Lazuardi juga berniat membeberkan fakta sejarah kapal-kapal perang itu. Dia harus melakukan riset agar bisa menyertakan pula semua informasi mengenai setiap miniatur kapal perang tersebut.
Proyek inilah yang ternyata membuat Lazuardi bisa menjalin relasi dengan Dinas Kelautan dan TNI Angkatan Laut. Mereka banyak membantu dia mencarikan sumber-sumber tertulisnya.
”Saya ikut belajar tentang sejarah kapal Indonesia dan jadi semakin bersemangat,” ungkapnya.

Dari para kenalan barunya pula, tercetus ide untuk membantu TNI AL membuat museum kapal laut Indonesia. Lazuardi bermimpi, suatu saat akan ada diorama yang bercerita tentang kisah-kisah kapal laut yang ikut menjaga keutuhan wilayah Republik Indonesia.
Dari serat gelas
Merek Ruci yang berlogo seorang anak dengan sampan di sampingnya itu menjadi awal bagi Lazuardi untuk mewujudkan impiannya. Dia membutuhkan waktu sekitar tujuh tahun untuk mewujudkannya.

Lazuardi, yang sebelumnya sempat mencoba berjualan bakso, awalnya lebih dikenal karena produk miniatur kapal laut buatannya yang berbahan serat gelas (fiberglass). Pada 2002, dia mulai memproduksi kapal laut berbahan serat gelas dengan bendera Miniaturindo.
Perusahaannya lebih banyak menerima pesanan pembuatan miniatur kapal dari berbagai perusahaan di luar negeri. Beberapa produk miniatur kapal yang pernah dibuatnya adalah kapal tanker pesanan perusahaan di Iran dan kapal pengeboran minyak lepas pantai permintaan perusahaan di Norwegia.
Sampai kini sekitar 300 miniatur kapal untuk pemesan dari Amerika Serikat, Jerman, dan China telah dibuatnya. Satu miniatur kapal pesanan dengan ukuran panjang 60 cm dijual seharga Rp 4 juta-Rp 4,5 juta.
Miniatur kapal termahal yang dibuatnya adalah pesanan dari Norwegia seharga Rp 25 juta per unit. Nama Miniaturindo pun dikenal luas, apalagi setelah dia juga beriklan di Alibaba.com.

Bagi Lazuardi, membuat miniatur kapal untuk pesanan saja tak cukup. Mimpi utamanya adalah membuat miniatur kapal Indonesia. Keuntungan yang dia peroleh dari Miniaturindo lalu diinvestasikan untuk memulai Ruci, anak perusahaan Miniaturindo.
”Lewat Miniaturindo akhirnya saya bisa mewujudkan idealisme saya di Ruci,” katanya.
Meski telah menjadi wirausahawan sukses, Lazuardi tetap lebih memilih mempekerjakan pemuda lulusan SMKN Perkapalan Sidoarjo. Alasannya, agar mereka bisa menerapkan ilmunya.

Bahkan, karena ingin melibatkan warga Sidoarjo, tempatnya dibesarkan, untuk tahap pengemasan miniatur kapal pun ia melibatkan siswa dari sekolah luar biasa.
Lazuardi telah menunjukkan bahwa masa depannya terinspirasi dari laut. Dia sungguh-sungguh meyakini semboyan, ”Di Laut Kita Jaya” pada Monumen Jalesveva Jayamahe di Surabaya.

Sumber: KOMPAS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Post